Terjadinya di sebuah toko besar dan terkenal yang menyediakan berbagai software Seorang perempuan setengah baya masuk ke toko tersebut. Ditemui seorang karyawati customer service yang melayani dengan sebentar-sebentar menoleh ke arah rekan kerjanya yang berceloteh dan bercanda. Perempuan itu tampak kecewa karena merasa kurang diperhatikan. Dan sewaktu ia menanyakan beberapa hal tentang software yang diinginkan, sang CS malah menertawakannya setelah terjadi sedikit perdeatan, karena perempuan itu dianggap kurang tepat mengucapkan nama software yang dicarinya. Belum selesai perempuan itu menentukan pilihannya, sang CS sudah meninggalkannya sambil senyam-senyum mendekati rekan kerjanya yang sedang melayani konsumen lain.
Perempuan itu tadi naik pitam dan berteriak, “Mbak, siapa nama Anda?” Didekatinya sang CS, dibacanya nama yang tertera pada kartu identitasnya. Kemudian bertanya lagi dengan nada keras, “Siapa nama manajer Anda, pemilik toko ini?” Kali ini sang CS tidak lagi senyum, apalagi tertawa. Seperti kena tenung, dia pun terdiam, mungkin bengong menghadapi konsumen yang satu ini. Tahukah pembaca apa yang terjadi? Esok harinya sang CS sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Dengan kata lain telah “dibinasakan” alias kena PHK. Kok huebat ya, “power” sang konsumen perempuan setengah baya itu? Siapakah sang “super woman” tadi? He he he… ternyata perempuan tadi orang tua atau ibu dari pak manajer alias sang owner. Sehingga bisa memaksa anaknya mendepak CS yang dinilainya kebangetan itu…
Banyak owner maupun manajer yang tak menyadari, betapa pentingnya mempersiapkan CS atau frontliner yang benar-benar siap melayani konsumen/customer. Atau mungkin sudah memberikan pembekalan dan pelatihan, tetapi lengah dalam hal memantau, mengontrol, mengawasi, sehingga “kebobolan” seperti kisah tadi. Perlu diketahui, hal-hal pokok yang benar-benar tak boleh lewat dari ingatan kita yaitu:
Nah… begitulah kira-kira, bagaimana kita bisa menciptakan pelayanan dahsyat .
M. Magdalena Sukartono – LPSDM ABISATYA PARAMITA KR, 6-05-09
Baca Selengkapnya...
Sabtu, 09 Mei 2009
Nyata Dahsyatnya! (Apa Hayooo...??)
Jumat, 08 Mei 2009
Sirsak (BBB) Bukan Buah Biasa
Dibalik kelezatan buah yang satu ini, ternyata terdapat zat-zat yang berkhasiat obat yang dapat mengatasi penyakit asam urat, ambeien, radang kandung kemih, diare dan bisul.
Asam urat Insya Allah dapat sembuh total bila mengkonsumsi jus buah sirsat, ditambah air matang, gula pasir dan madu secukupnya. Jus ini diminum dua kali sehari. Untuk mengatasi ambeien, minum satu gelas perasan buah sirsat setiap pagi dan sore. Sedangkan untuk mengobati penyakit kandung kemih, cukup mengkonsumsi kolak yang terbuat dari buah sirsat setengah matang ditambah gula dan garam secukupnya. Kolak sirsat dimakan setiap hari selama satu minggu berturut-turut.
Balita yang terserang diare cukup diatasi dengan memberi air perasan buah sirsat yang sudah masak sebanyak 2 – 3 sendok makan. Bila sulit buang air kecil (anyang-anyangen), buah sirsat setengah matang dikupas, ditambahkan gula pasir secukupnya, direbus dengan dua gelas air sampai mendidih, tiriskan, disaring dan minum airnya.
Selain buahnya, daun sirsat juga berkhasiat obat. Untuk sakit pinggang, sebanyak 20 lembar daun sirsat direbus dengan lima gelas air hingga tersisa tiga gelas. Saring dan minum rebusan tersebut dalam keadaan hangat cukup satu kali sehari.
Untuk mengatasi penyakit bisul, ambil daun sirsat muda beberapa lembar, tumbuk sampai halus, tambah setengah sendok makan air, aduk sampai rata, tempelkan pada bisul. Bila sudah mencoba mengobati dengan buah maupun daun sirsat untuk semua penyakit yang sudah disebutkan tadi, namun penyakit tetap berlanjut, ya hubungi dokter lah.
Baca Selengkapnya...
Rabu, 06 Mei 2009
Aku lupa pada matahari
Yang menaungiku dengan hangatnya
Aku lupa pada malam
Yang melindungiku dengan gelapnya
Yang aku ingat
Adalah sinar di teduhMu
Yang menerangi setiap tapak jemari kakiku
Adalah janji yang meyakinkanku
Bahwa KAU takkan lengah menjagaku
Aku rasa, inilah cinta
Yang selalu membuatku menitikkan air mata
Ketika sinar dan janji itu tercipta dalam ingatan
Inilah cinta, yang menggesek lirih nurani
Ketika jalan ini sampai pada kepasrahan
Baca Selengkapnya...
Ilmu Genetika Menyibak Soal Kebahagiaan
Perasaan bahagia, benarkah punya kaitan dengan genetika perilaku? Yang jelas, pakar genetika perilaku pernah melakukan perbandingan derajat kebahagiaan antara kembar satu telur dengan kembar dua telur. Hasilnya, perasaan bahagia pada kembar satu telur sangatlah mirip. Juga apabila mereka dibesarkan secara terpisah satu sama lain. Pada kembar dua telur, kemiripannya tidak begitu besar. Penyebabnya, pada kembar satu telur kode genetika mereka identik, sedangkan pada kembar dua telur kode genetiknya hanya 50 persen identik. Hasil penelitian ini membuktikan kebahagiaan terdapat komponen genetika.
Jika perasaan bahagia bisa dikaitkan dengan komponen genetika, kita perlu memahami persoalan genetika. Kita memahami genetika sebagai perilaku yang didasarkan atas keturunan. Penelitian yang pernah dilakukan pada anak kembar bisa dimanfaatkan untuk melacak kebenaran aksioma adanya genetika kebahagiaan itu. Pengetahuan mengenai kemampuan merasa bahagia ini separuhnya merupakan sifat turunan. Hal itu bisa disimpulkan dari penelitian orang kembar dari satu telur.
Seperti genetika yang dipengaruhi berat badan. Ibaratnya badan sudah di program secara genetika akan mencapai berat tertentu. Diet seketat apapun, akan tetap mengembalikan kita ke tingkat berat badan yang sudah di program oleh kode genetika. Demikian pula tingkat kebahagiaan. Kode genetika memprogram derajat rasa bahagia ini pada tingkat tertentu. Dengan itu dapat dijelaskan mengapa rasa bahagia memiliki rumah baru atau rasa kecewa karena tidak diterima pada saat melamar kerja tidak bersifat permanen. Para psikolog menyebut fenomena tersebut sebagai kincir hedonisme.
Ed Diener,pakar ilmu psikologi dari Universitas Illinois, menggambarkan fenomena temperamen seseorang yang memengaruhi rasa bahagianya. "Akan tetapi dengan cepat akan terbiasa jika terjadi sesuatu yang positif. Perasaan bahagia memang mudah meningkat, tapi gampang kembali ke tingkatan sebelumnya," tunjuknya. Jika terjadi peristiwa tragis, tingkat kebahagiaan akan menurun. Sedang beberapa waktu kemudian, kembali menaik. Artinya, adaptasi dan temperamen adalah dua hal penting.
Berdasarkan prinsip kincir hedonisme, manusia tidak bisa melewati derajat kebahagiaan tertentu. Seperti kincir, ia hanya berputar. "Penelitian kami menunjukkan, hal itu tidaklah tepat. Kincir hedonisme adalah model yang sudah ketinggalan zaman.
Manusia bisa merasa bahagia selama bertahun-tahun, atau juga merasa tidak bahagia," kata Ed Diener. Jadi biologi bukan nasib untung-untungan. Hal itu juga sesuai dengan model yang dikembangkan Sonja Lyubormisrky. Yakni sekitar 30 sampai 40 persen manusia perasaan bahagianya bisa dipengaruhi dan direkayasa. Persoalannya, bagaimana cara mempengaruhi dan merekayasa?
Di dunia ini terdapat orang-orang yang memiliki bakat gampang bahagia. Tidak perlu penelitian rumit selama bertahun-tahun untuk membuktikannya. Ada orang yang dengan ringan menikmati kehidupan dan jika menghadapi masalah besar juga tidak membuatnya putus asa. Para peneliti kebahagiaan mempertanyakan, apakah orang-orang semacam ini gampang bahagia karena pengaruh lingkungan yang juga bahagia di rumah orangtuanya? Atau memang terdapat genetika yang membuat orang-orang tertentu gampang bahagia?
Persoalan ini jadi menarik, ketika orang mulai menghubungkan rasa bahagia itu dengan soal genetika. Para peneliti stres dan para filsuf memiliki semacam kesamaan pandangan. Mereka memandang sesuatu, mula-mula dengan sikap skeptis.
Namun pakar ilmu saraf kenamaan dari Universitas Stanford di California, Robert Sapolsky, mengatakan hal itu merupakan anomali. Sapolsky memandang bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berbahagia. "Manusia memiliki otak besar dan dengan kemungkinan untuk memikirkan sesuatu yang tidak akan terhindarkan di masa depan" katanya.
Anggota keluarga atau kita sendiri suatu hari nanti akan mati. Sebetulnya konsekuensi logis dari pemikiranitu seharusnya sekitar 85 persen umat manusia akan mengalami depresi berat.
(Arwan Tuti Artha, dari berbagai sumber)
KR, 6 Mei 09
Baca Selengkapnya...
Minggu, 03 Mei 2009
Preman Kok Takut ma aku, OlaLa!
Flash back 247 hari yang lalu…
Terlepas dari segala rasa yang “gado-gado” di hatiku kemarin (sebenarnya sekarang juga masih). Ada satu kejadian yang setidaknya itu bisa membuatku tercenung sendiri, bahwa ternyata hari minggu tanggal 24 Agustus 2008 kemarin aku telah tersenyum “kembali”. Meski awalnya aku sempat husnudzon dengan yang bersangkutan. Memang niat dari awal aku hanya ingin membebaskan rasa sumpek, penat, gerah, sesek apalagi coba? Pokoknya rasa yang hiiiih... begitulah kira – kira.
Kuawali hari itu dengan mandi, kemudian menjemur cucian yang sengaja kurendam dengan pewangi semalaman. Sesuai rencana, pukul 06.00 WIB aku berangkat dari rumah. Tanpa sarapan (padahal aku paling gak bisa kalau gak sarapan) tapi karena “keadaan” dirumah yang hmmmm.... begitulah kira – kira. Tanpa pamit Bapak (karena beliau masih tidur), cukup mencium tangan ibu tanpa keluar kata – kata lain kecuali “bu..” lalu meminta tangannya.
Bisa dikatakan lancar perjalanan waktu itu, kecuali waktu aku naik jalur 4, kernetnya nyebelin. Tapi suaranya... ehem... tunggu dulu, suara itu tidak asing lagi ditelingaku. Tapi... huh! Tampangnya jutek, penampilannya membuat poinnya turun dimataku, sudah begitu cara dia melihatku dengan tatapan yang sinis. Kutukar lembar lima ribuan yang sobek sambil berdoa “Ya Allah... mudah – mudahan dia bukan orang yang kumaksud”.
“Taman Budaya... aku datang” kalau jalanan sepi, dan aku masih di kuncir dua sambil berkalung gembes sekiranya aku bakal berlari – lari menuju Taman Budaya, menubruk tumpukan buku – buku yang memang rasa – rasanya aku cinta mati. Sedikit kurang PD maka aku pun menemukan tempat teraman untuk menghilangkan kusam di wajah, apalagi kalau bukan toilet umum. Dengan Rp. 1.000,- aku sudah kembali rapi dan wangi (xixixixi... narsis).
Saudara – saudara, sepanjang Taman Budaya, Pasar Beringharjo, Jl. A. Yani, sampai pegal kepalaku tolah – toleh, aku tak menemukan counter HP, atau setidaknya spanduk yang berisikan promo kartu seluler. Ternyata kalau jalan – jalan dengan tujuan, itu malah membuat kakiku pegal – pegal, sekedar untuk mengisi perut, sebenarnya aku pengen beli sarapan uhmm... apa ya namanya, nasi liwet? Nasi urap? Tak taulah, yang jelas kelihatannya enak sekali. Cuma karena rasa maluku masih saja nempel, aku urung melakukannya. Sebagai gantinya aku membeli sekotak susu madu dan slai olai. Tidak mengenyangkan sich, tapi cukup membuat perutku eneg, karena walau bagaimanapun susu coklat itu jauh lebih nikmat. Alhamdulilah... akhirnya kutemukan juga sebuah warung rokok kecil yang menjual pulsa, meski harganya lebih mahal tapi kalau kepepet tetap saja jadi murah.
“SMS dikirim....” dan akhirnya dia sepakat untuk menyusulku ke sepanjang Jl. A. Yani tapi karena terlalu lama aku pun berkeliling menikmati pemandangan Pasar Beringharjo yang bikin aku “ngiler” dan merutuk dalam hati “coba aku punya uang banyak”. Karena batik – batiknya, baik yang berupa kain sampai yang sudah bisa dipakai langsung benar – benar jadi magnet buatku. Ups! Aku keasikan (gak ada uang aja keasikan, apalagi kalau ada ya). Hmmm... aku cari lagi tempat yang sekiranya pas buat bertemu, mudah dilihat dan banyak orang. Lalu kuputuskan untuk kembali lagi ke area Taman Budaya. 5 menit melangkah, HP ku meraung – raung minta diangkat.
***
Deg! Yang ingin kulakukan waktu itu hanya menangis, aku tak peduli saat itu posisiku berada di pasar, aku tak peduli kalau orang – orang melihatku dengan heran, iba atau apapun. Tapi sayangnya aku benar – benar sudah tidak bisa menangis waktu itu, hanya saja sakit sekali hatiku. Aku, seorang Nina baru kali ini janji ketemu dengan seseorang kemudian ditinggal pergi dengan alasan “diminta pulang oleh kakak” sebelum kami bertemu. Pada waktu itu posisinya juga yang bersangkutan sudah melihatku, sementara aku belum melihatnya sama sekali. Astagirullahaladzim.... hanya istighfar yang bisa kusebut. Karena aku seperti tersadar, betapa “rendah”nya aku menyesali sesuatu yang memang tidak pantas untuk disesali. Karena janji bertemu dengan seseorang gagal. Sementara niat awalku adalah untuk melepaskan penat di pikiranku.
Akhirnya aku putuskan untuk balik lagi ke kota tempatku tinggal (kelihatan sekali tidak sich, kalau niatku sepertinya hanya untuk menemui yang bersangkutan itu). Dengan sedikit “sakit hati” aku sms dia berisi bahwa aku meminta maaf karena telah menyita waktu dan “mengecewakannya”. Berbagai macam prasangka melingkar dalam kepalaku. Mungkin dia kabur karena melihatku dengan rupa yang tidak sesuai dengan bayangannya, aku terlihat terlalu alim barangkali (wekz! Masa’ see), terlalu kurus, terlalu hitam, terlalu... ah yang jelas dia lebih terlalu dari aku. Dia benar – benar pecundang (kasar ya, habis aku jengkel sekali).
Malamnya ketika aku sedang asik membaca koran, kubaca sms darinya. “Nin maaf, sebenarnya aku tadi aku malu ketemu sama kamu, krn mataku masih merah, semalam aku mabuk berat” “kalau kamu tidak berpakaian seperti itu mungkin aku langsung nyamperin kmu, krn semua kenalan cewekku berpakaian sexy n kurang bahan, tidak spt u”. wehehehhehe.... spontan aku cekikikan sendiri membaca sms darinya, rasa jengkel yang dari tadi pagi sejak aku tidak ditemuinya tiba – tiba menguap entah kemana. Ada preman kok malu ketemu aku, kok takut ketemu. Seharusnya hal ini berlaku kebalikannya. Aku yang takut. Aneh.
Hmmm... akhirnya kukatakan padanya bahwa apapun itu aku tak mau kalau dia malu bertemu denganku. Toh aku juga biasa seperti teman - temannya, yang membedakan mungkin caraku berpakaian. Kukatakan juga supaya dia tidak menilai diriku dari penampilanku. Karena aku masih berproses. Dia tak perlu memaksakan diri untuk berubah menyesuaikan diriku, begitu pula aku tak ingin berubah untuk menjadi temannya. Karena memang kita harus menjadi apa adanya diri kita. Selama niatnya lurus, untuk berteman. Bukankah semua orang didunia ini guru buat kita?
Baca Selengkapnya...