Minggu, 03 Mei 2009

Preman Kok Takut ma aku, OlaLa!

Flash back 247 hari yang lalu…
Terlepas dari segala rasa yang “gado-gado” di hatiku kemarin (sebenarnya sekarang juga masih). Ada satu kejadian yang setidaknya itu bisa membuatku tercenung sendiri, bahwa ternyata hari minggu tanggal 24 Agustus 2008 kemarin aku telah tersenyum “kembali”. Meski awalnya aku sempat husnudzon dengan yang bersangkutan. Memang niat dari awal aku hanya ingin membebaskan rasa sumpek, penat, gerah, sesek apalagi coba? Pokoknya rasa yang hiiiih... begitulah kira – kira.

Kuawali hari itu dengan mandi, kemudian menjemur cucian yang sengaja kurendam dengan pewangi semalaman. Sesuai rencana, pukul 06.00 WIB aku berangkat dari rumah. Tanpa sarapan (padahal aku paling gak bisa kalau gak sarapan) tapi karena “keadaan” dirumah yang hmmmm.... begitulah kira – kira. Tanpa pamit Bapak (karena beliau masih tidur), cukup mencium tangan ibu tanpa keluar kata – kata lain kecuali “bu..” lalu meminta tangannya.

Bisa dikatakan lancar perjalanan waktu itu, kecuali waktu aku naik jalur 4, kernetnya nyebelin. Tapi suaranya... ehem... tunggu dulu, suara itu tidak asing lagi ditelingaku. Tapi... huh! Tampangnya jutek, penampilannya membuat poinnya turun dimataku, sudah begitu cara dia melihatku dengan tatapan yang sinis. Kutukar lembar lima ribuan yang sobek sambil berdoa “Ya Allah... mudah – mudahan dia bukan orang yang kumaksud”.
“Taman Budaya... aku datang” kalau jalanan sepi, dan aku masih di kuncir dua sambil berkalung gembes sekiranya aku bakal berlari – lari menuju Taman Budaya, menubruk tumpukan buku – buku yang memang rasa – rasanya aku cinta mati. Sedikit kurang PD maka aku pun menemukan tempat teraman untuk menghilangkan kusam di wajah, apalagi kalau bukan toilet umum. Dengan Rp. 1.000,- aku sudah kembali rapi dan wangi (xixixixi... narsis).

Saudara – saudara, sepanjang Taman Budaya, Pasar Beringharjo, Jl. A. Yani, sampai pegal kepalaku tolah – toleh, aku tak menemukan counter HP, atau setidaknya spanduk yang berisikan promo kartu seluler. Ternyata kalau jalan – jalan dengan tujuan, itu malah membuat kakiku pegal – pegal, sekedar untuk mengisi perut, sebenarnya aku pengen beli sarapan uhmm... apa ya namanya, nasi liwet? Nasi urap? Tak taulah, yang jelas kelihatannya enak sekali. Cuma karena rasa maluku masih saja nempel, aku urung melakukannya. Sebagai gantinya aku membeli sekotak susu madu dan slai olai. Tidak mengenyangkan sich, tapi cukup membuat perutku eneg, karena walau bagaimanapun susu coklat itu jauh lebih nikmat. Alhamdulilah... akhirnya kutemukan juga sebuah warung rokok kecil yang menjual pulsa, meski harganya lebih mahal tapi kalau kepepet tetap saja jadi murah.

“SMS dikirim....” dan akhirnya dia sepakat untuk menyusulku ke sepanjang Jl. A. Yani tapi karena terlalu lama aku pun berkeliling menikmati pemandangan Pasar Beringharjo yang bikin aku “ngiler” dan merutuk dalam hati “coba aku punya uang banyak”. Karena batik – batiknya, baik yang berupa kain sampai yang sudah bisa dipakai langsung benar – benar jadi magnet buatku. Ups! Aku keasikan (gak ada uang aja keasikan, apalagi kalau ada ya). Hmmm... aku cari lagi tempat yang sekiranya pas buat bertemu, mudah dilihat dan banyak orang. Lalu kuputuskan untuk kembali lagi ke area Taman Budaya. 5 menit melangkah, HP ku meraung – raung minta diangkat.
***

Deg! Yang ingin kulakukan waktu itu hanya menangis, aku tak peduli saat itu posisiku berada di pasar, aku tak peduli kalau orang – orang melihatku dengan heran, iba atau apapun. Tapi sayangnya aku benar – benar sudah tidak bisa menangis waktu itu, hanya saja sakit sekali hatiku. Aku, seorang Nina baru kali ini janji ketemu dengan seseorang kemudian ditinggal pergi dengan alasan “diminta pulang oleh kakak” sebelum kami bertemu. Pada waktu itu posisinya juga yang bersangkutan sudah melihatku, sementara aku belum melihatnya sama sekali. Astagirullahaladzim.... hanya istighfar yang bisa kusebut. Karena aku seperti tersadar, betapa “rendah”nya aku menyesali sesuatu yang memang tidak pantas untuk disesali. Karena janji bertemu dengan seseorang gagal. Sementara niat awalku adalah untuk melepaskan penat di pikiranku.
Akhirnya aku putuskan untuk balik lagi ke kota tempatku tinggal (kelihatan sekali tidak sich, kalau niatku sepertinya hanya untuk menemui yang bersangkutan itu). Dengan sedikit “sakit hati” aku sms dia berisi bahwa aku meminta maaf karena telah menyita waktu dan “mengecewakannya”. Berbagai macam prasangka melingkar dalam kepalaku. Mungkin dia kabur karena melihatku dengan rupa yang tidak sesuai dengan bayangannya, aku terlihat terlalu alim barangkali (wekz! Masa’ see), terlalu kurus, terlalu hitam, terlalu... ah yang jelas dia lebih terlalu dari aku. Dia benar – benar pecundang (kasar ya, habis aku jengkel sekali).

Malamnya ketika aku sedang asik membaca koran, kubaca sms darinya. “Nin maaf, sebenarnya aku tadi aku malu ketemu sama kamu, krn mataku masih merah, semalam aku mabuk berat” “kalau kamu tidak berpakaian seperti itu mungkin aku langsung nyamperin kmu, krn semua kenalan cewekku berpakaian sexy n kurang bahan, tidak spt u”. wehehehhehe.... spontan aku cekikikan sendiri membaca sms darinya, rasa jengkel yang dari tadi pagi sejak aku tidak ditemuinya tiba – tiba menguap entah kemana. Ada preman kok malu ketemu aku, kok takut ketemu. Seharusnya hal ini berlaku kebalikannya. Aku yang takut. Aneh.
Hmmm... akhirnya kukatakan padanya bahwa apapun itu aku tak mau kalau dia malu bertemu denganku. Toh aku juga biasa seperti teman - temannya, yang membedakan mungkin caraku berpakaian. Kukatakan juga supaya dia tidak menilai diriku dari penampilanku. Karena aku masih berproses. Dia tak perlu memaksakan diri untuk berubah menyesuaikan diriku, begitu pula aku tak ingin berubah untuk menjadi temannya. Karena memang kita harus menjadi apa adanya diri kita. Selama niatnya lurus, untuk berteman. Bukankah semua orang didunia ini guru buat kita?

Tidak ada komentar:

Labels




litle_naoko

    © p e m i m p i. bLog by nin manis Pemimpi 2009

Back to TOP