Rabu, 06 Mei 2009

Ilmu Genetika Menyibak Soal Kebahagiaan

Perasaan bahagia, benarkah punya kaitan dengan genetika perilaku? Yang jelas, pakar genetika perilaku pernah melakukan perbandingan derajat kebahagiaan antara kembar satu telur dengan kembar dua telur. Hasilnya, perasaan bahagia pada kembar satu telur sangatlah mirip. Juga apabila mereka dibesarkan secara terpisah satu sama lain. Pada kembar dua telur, kemiripannya tidak begitu besar. Penyebabnya, pada kembar satu telur kode genetika mereka identik, sedangkan pada kembar dua telur kode genetiknya hanya 50 persen identik. Hasil penelitian ini membuktikan kebahagiaan terdapat komponen genetika.

Jika perasaan bahagia bisa dikaitkan dengan komponen genetika, kita perlu memahami persoalan genetika. Kita memahami genetika sebagai perilaku yang didasarkan atas keturunan. Penelitian yang pernah dilakukan pada anak kembar bisa dimanfaatkan untuk melacak kebenaran aksioma adanya genetika kebahagiaan itu. Pengetahuan mengenai kemampuan merasa bahagia ini separuhnya merupakan sifat turunan. Hal itu bisa disimpulkan dari penelitian orang kembar dari satu telur.

Seperti genetika yang dipengaruhi berat badan. Ibaratnya badan sudah di program secara genetika akan mencapai berat tertentu. Diet seketat apapun, akan tetap mengembalikan kita ke tingkat berat badan yang sudah di program oleh kode genetika. Demikian pula tingkat kebahagiaan. Kode genetika memprogram derajat rasa bahagia ini pada tingkat tertentu. Dengan itu dapat dijelaskan mengapa rasa bahagia memiliki rumah baru atau rasa kecewa karena tidak diterima pada saat melamar kerja tidak bersifat permanen. Para psikolog menyebut fenomena tersebut sebagai kincir hedonisme.

Ed Diener,pakar ilmu psikologi dari Universitas Illinois, menggambarkan fenomena temperamen seseorang yang memengaruhi rasa bahagianya. "Akan tetapi dengan cepat akan terbiasa jika terjadi sesuatu yang positif. Perasaan bahagia memang mudah meningkat, tapi gampang kembali ke tingkatan sebelumnya," tunjuknya. Jika terjadi peristiwa tragis, tingkat kebahagiaan akan menurun. Sedang beberapa waktu kemudian, kembali menaik. Artinya, adaptasi dan temperamen adalah dua hal penting.
Berdasarkan prinsip kincir hedonisme, manusia tidak bisa melewati derajat kebahagiaan tertentu. Seperti kincir, ia hanya berputar. "Penelitian kami menunjukkan, hal itu tidaklah tepat. Kincir hedonisme adalah model yang sudah ketinggalan zaman.

Manusia bisa merasa bahagia selama bertahun-tahun, atau juga merasa tidak bahagia," kata Ed Diener. Jadi biologi bukan nasib untung-untungan. Hal itu juga sesuai dengan model yang dikembangkan Sonja Lyubormisrky. Yakni sekitar 30 sampai 40 persen manusia perasaan bahagianya bisa dipengaruhi dan direkayasa. Persoalannya, bagaimana cara mempengaruhi dan merekayasa?
Di dunia ini terdapat orang-orang yang memiliki bakat gampang bahagia. Tidak perlu penelitian rumit selama bertahun-tahun untuk membuktikannya. Ada orang yang dengan ringan menikmati kehidupan dan jika menghadapi masalah besar juga tidak membuatnya putus asa. Para peneliti kebahagiaan mempertanyakan, apakah orang-orang semacam ini gampang bahagia karena pengaruh lingkungan yang juga bahagia di rumah orangtuanya? Atau memang terdapat genetika yang membuat orang-orang tertentu gampang bahagia?
Persoalan ini jadi menarik, ketika orang mulai menghubungkan rasa bahagia itu dengan soal genetika. Para peneliti stres dan para filsuf memiliki semacam kesamaan pandangan. Mereka memandang sesuatu, mula-mula dengan sikap skeptis.

Namun pakar ilmu saraf kenamaan dari Universitas Stanford di California, Robert Sapolsky, mengatakan hal itu merupakan anomali. Sapolsky memandang bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berbahagia. "Manusia memiliki otak besar dan dengan kemungkinan untuk memikirkan sesuatu yang tidak akan terhindarkan di masa depan" katanya.
Anggota keluarga atau kita sendiri suatu hari nanti akan mati. Sebetulnya konsekuensi logis dari pemikiranitu seharusnya sekitar 85 persen umat manusia akan mengalami depresi berat.

(Arwan Tuti Artha, dari berbagai sumber)
KR, 6 Mei 09

Tidak ada komentar:

Labels




litle_naoko

    © p e m i m p i. bLog by nin manis Pemimpi 2009

Back to TOP