Episode pagi ini, waktu aku membuka mata serta merta sebuah rasa hinggap disana. K A N G E N. Pada kota kecil, kampung halaman bukan tempat dimana aku dilahirkan, tapi tempat dimana aku dibesarkan. Tumbuh dalam penataran keluarga besar yang mengedepankan kemandirian, kesabaran dan kebersamaan. Rasa itu menyergap mengaliri persendian, mengalir kemudian pada mata.
Kangen pada senda yang selalu membuncahkan rasa bahagia, canda yang hadir pada sisi kekanak-kanakan kami, meski kami tak pantas lagi disebut kanak-kanak. Kangen pada hal konyol yang acap kali kami lakukan meski kami tak mau dibilang tolol.
Pada barisan pagar hidup pohon dadah dan joko nantang aku menyelusup diantaranya. Pada kerukan tanah lembut aku menyembunyikan satu-dua batang duri pohon salak. Bukan! bukan untuk menjebak tapi untuk menebak pada tanah yang mana duri itu tersembunyi.
Panggilan sore yang khas dari seorang tua dengan sweater cokelat dan bagu khasnya. Sapu lidi, sekaleng susu beras di kedua tangannya. Nafas yang setengah-setengah memanggilku. Yach... tugasku di sore hari mengumpulkan pasukan kecil yang berciap bimbang di selokan. Sementara sang induk hanya beraksi seperti seterikaan, bolak balik kebingungan. Hahaha... Pernah aku kesal dan bosan dengan tugas ini, sampai kutangkap keras si kecil yang berciap-ciap ketakutan dengan sapu lidiku. Huuup!! Pyaaak! dapat, aku dapat. Tapi aku membunuhnya. Dari sekian pelajaran, Jangan bertindak dengan emosi dan ambisi.
Suatu sore telah berganti, teras, duduk bersama di kursi, menikmati matahari, berbincang tentang apa yang terjadi hari ini "Acara minum teh" kami menggantikan acara mengumpulkan mahluk kecil berbulu yang berciap-ciap mencari induknya. Tapi ada sore-sore tertentu, yang aku lebih senang menikmatinya sendiri, dengan menatap senja dan secangkir teh hangat.
Baca Selengkapnya...
Senin, 22 Juni 2009
cerita pagi
Kamis, 18 Juni 2009
Rindu
Rindu
untuk menggenggam jemarimu
Rindu
berdiri berdua
menatap senja bersama
itu saja
meski hanya itu saja
Rindu
pada sesuatu yang belum pernah
aku dan kamu mengalaminya
Baca Selengkapnya...
Senin, 08 Juni 2009
Orang Bijak Bertanya
Orang bijak bertanya “Awak lagi loro, kerjo kie nggolekke sopo” (badan sedang sakit, kerja untuk mencukupi siapa?) ya untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri lah, kalau diri sendiri sudah terpenuhi, baru mencukupi kebutuhan orang disekitar kita yang paling dekat, keluarga misalnya.
Namun ada kalanya orang lain tak mengerti (atau mungkin tidak mau mengerti ya) bahwa sebenarnya kita itu “kewalahan” mengatasi segala rutinitas dalam hidup kita. Mereka hanya tahu bahwa kita bekerja dalam keadaan yang enak, menyenangkan, dengan uang yang “menurut perhitungan mereka” lebih dari cukup.
Apalagi bila hal itu terjadi dalam sebuah lingkungan kecil (keluarga, red) dimana berpenduduk “lebih”, sementara “sumber penghasilan” hanya satu orang saja. Yang minta itu lho enak, yang dimintai yang enak gak enak. Terlepas dari itu semua, kalau “sumber keuangan” lingkungan kecil itu menjalaninya dengan hati yang ikhlas, Insya Allah semua akan terasa ringan.
Tetapi bukankah setiap orang memiliki irama hidup yang berbeda, termasuk “sumber keuangan” keluarga. Dimana dia juga membutuhkan “penyegaran”, dimana sesekali tubuh mereka memberikan peringatan kalau tubuh itu sudah over load. Kalau yang sesekali itu mendapatkan permakluman dari yang lain hmmm.....
Itulah sebabnya aku selalu ingat dengan nasehat orang bijak (sapa ya orang bijaknya?) kalau orang itu sawang sinawang dimana rumput tetangga lebih hijau dan subur daripada rumput dihalaman rumah kita sendiri. Kok jauh amat pembahasannya ya... (set mode on garuk-garuk kepala). Kalau aku sich... kerja buat diriku sendiri, (niatnya sich) tapi begitu liat charlie angels ku di Salatiga sana, rasanya pengen aku borong semua buat mereka hahahahahaha. Lup U my sister’s.
Baca Selengkapnya...